Selasa, 23 Juni 2009

Gila Hormat

Menarik sekali membaca artikel yg ditulis oleh Mira Lesmana.
Beberapa waktu yang lalu, sopir saya yang sudah selama 10 tahun mengantar saya ke sana ke mari meminta untuk dibuatkan seragam safari biru. Saya terkejut dan bertanya-tanya mengapa ia mendadak minta dibuatkan seragam?

Ia lalu menjelaskan kepada saya; seorang rekannya bercerita, bahwa dengan mengenakan seragam, dijamin di mana-mana kita akan lebih dihormati dan, yang lebih penting lagi, dia akan lebih mudah mendapatkan tempat parkir. Intinya, kalau dia berseragam, para petugas parkir di gedung-gedung dan di mal-mal akan mengira saya orang penting sehingga akan lebih dihormati dan dia pun akan diberikan tempat parkir yang istimewa.

Teman saya, seorang aktor, juga pernah memamerkan mobil BMW-nya. Padahal, saya tahu betul sebenarnya agak berat untuknya membeli mobil semewah itu. Dia menjelaskan bahwa, walaupun berat, mobil itu adalah modal utama bagi dia untuk bisa mendapatkan honor tinggi dari produser film.

Saya agak bingung awalnya, apa hubungan BMW-nya dengan honornya di seni peran? Lalu dia mengatakan, kalau dia datang dengan mobil mewah, produser akan segan menawarkan honor yang rendah, wong mobilnya saja sudah BMW!


Kedua kejadian di atas mengingatkan saya pada sebuah film China yang berjudul The Uniform. Film yang sangat menarik dari sutradara Diao Yi'nan, yang melalui film pertamanya ini berhasil meraih penghargaan Dragons and Tigers Awards di Vancouver International Film Festival di Kanada tahun 2003.

Film ini mengisahkan seorang pemuda pecundang bernama Wang Xiaojian yang bekerja di toko jahit dan setrika pakaian milik keluarganya. Suatu hari ia menemukan seragam polisi yang telantar dan tak kunjung diambil pemiliknya.

Ketika akan mengantar seragam itu ke pemiliknya, ia mengetahui bahwa sang polisi pemilik seragam tersebut ternyata tengah cedera dan tidak bisa bertugas untuk beberapa minggu. Ia pun membatalkan niatnya untuk mengembalikan seragam itu.

Dalam perjalanan pulang, Xiaojian memutuskan untuk mencoba seragam polisi itu. Yang terjadi kemudian sangat mengejutkan. Tiba tiba orang-orang yang ia temui di jalan menjadi hormat dan segan kepadanya. Orang mengira ia polisi betulan.

Di hari hari berikutnya, ia tidak pernah lagi melepaskan seragam itu. Lebih jauh lagi, ia mulai menyetop motor dan bus di jalan, seolah melakukan razia dan memalak uang suap dari pengemudinya. Xiaojian juga berhasil memikat gadis cantik idamannya dengan seragam polisinya itu. Hidupnya berubah total. Akan tetapi, berapa lama ia bisa berpura-pura?

Saya jadi menyadari, beginilah nasib negara berkembang, di mana jurang pemisah antara yang miskin dan yang kaya begitu lebar, dengan kelas menengahnya yang gamang. Kekayaan dan kekuasaan menjadi cita cita utama karena tergila-gila untuk dihormati dan disegani banyak orang.

Masih jauhkan perjalanan kita untuk menjadi bangsa yang berpendidikan dan berbudaya, di mana kehormatan bisa diberikan dan didapat bukan dari sekadar penampilan, tetapi dari sikap, kerja, dan karya yang baik?

Kembali ke sopir setia saya, walaupun saya menolak membuatkan seragam safari biru idamannya itu, ia akhirnya bersikeras membuat seragam itu dari koceknya sendiri. Ia hanya bertahan satu bulan dengan seragam itu karena, katanya, gerah dan tidak nyaman.

Sementara teman aktor saya akhirnya menjual BMW kebanggaannya karena ada kebutuhan dana yang mendesak.

Hormat yang didambakan harus terputus di tengah jalan. Alias, reality bites! Kenyataan memang kadang pahit, kawan?



Mira Lesmana, Sineas
http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/06/23/ 0346033/gila. hormat