Selasa, 30 Juni 2009

Fenomena "Ketika Cinta Bertasbih"


Sepertinya apa yang diimpikan oleh sutradara dan semua kru film "Ketika Cinta Bertasbih" terwujud. Bagaimana tidak,film tersebut laku keras dan ditonton oleh jutaan orang di seluruh Indonesia. Pemain-pemain film tersebut juga otomatis sudah menjadi artis yang benar-benar naik daun layaknya artis papan atas.

Film ini memang layak ditonton,disamping ceritanya bagus tetapi dengan dukungan pemain yang bagus juga membuat film ini semakin hidup. Mulai dari penghayatan dari pemain yang benar-benar bagus, jalan cerita yang tidak monoton dan sarat makna diikuti dengan setting yang benar-benar sesuai dengan ceritanya yaitu di Kairo Mesir.


Harapan saya, remaja sekarang memang harus menonton film ini. Tidak hanya menonton saja melainkan dapat menilik setiap makna dari film tersebut. Melihat bagaimana seharusnya kita mencari pacar atau menjatuhkan pilihan hidup pada seseorang.



Layak tonton tidak hanya bagi para remaja melainkan buat muda-mudi yang sudah matang dan siap menerima pasangan hidupnya.

Banyak makna yang saya peroleh dari "Ketika Cinta Bertasbih". Bagaimana perjuangan hidup yang keras harus dialami oleh Khairul Azzam, mulai dari susahnya menyelesaikan S1 nya di Kairo belum lagi sulitnya kehidupan keluarga yang memaksa dia menjadi penjual bakso di Kairo. Belum lagi dalam perjalanan hidupnya dia juga harus pusing mencari wanita yang akan dijadikan pendamping hidupnya.

Khairul Azzam benar-benar tipe seorang pria yang sangat diidamkan oleh setiap wanita. Perjuangan hidupnya dapat dijadikan panutan. Dalam kehidupan ini kita harus mengesampingkan ego kita untuk memperoleh yang terbaik. Bagi kita sulit mengucapkan syukur di dalam kesusahan kita. Bukan hanya itu terkadang kita lupa menyerahkan kekhawatiran kita pada Tuhan. Kita selalu menyerahkan rasa tidak tenang kita pada orang yang kita anggap dapat memberikan bantuan pada kita pada saat itu juga.

Kehidupan yang tidak kita mengerti arah tujuannya membuat kita semakin khawatir, takut akan ketidakberhasilan, takut akan kehilangan apa yang kita inginkan bahkan takut akan tidak mendapatkan sesuatu dari apa yang kita kerjakan.

Biarlah film-film seperti ini selalu hidup di perfilman negeri kita yang tercinta ini agar remaja-remaja kita dapat belajar dari makna film tersebut dan lebih berhati-hati dalam menjalin hubungan dan menjatuhkan setiap masalah pada tempatnya bukan pada hal-hal yang berbau negatif.


gambar terkait : anginbiru.wordpress.com/2009/06

Selengkapnya...

Ceritakan pada Dunia Untukku

Sekitar 14 tahun yang lalu, aku berdiri menyaksikan para mahasiswaku berbaris memasuki kelas untuk mengikuti kuliah pertama tentang teologi iman.

Pada hari itulah untuk pertama kalinya aku melihat Tommy. Dia sedang menyisir rambutnya yang terurai sampai sekitar 20 cm dibawah bahunya. Penilaian singkatku: dia seorang yang aneh ? sangat aneh.

Tommy ternyata menjadi tantanganku yang terberat. Dia terus-menerus mengajukan keberatan. Dia juga melecehkan tentang kemungkinan Tuhan mencintai secara tanpa
pamrih.

Ketika dia muncul untuk mengikuti ujian di akhir kuliah, dia bertanya dengan agak sinis, "Menurut Pastor apakah saya akan pernah menemukan Tuhan?"
Tidak," jawabku dengan sungguh-sungguh.

"Oh," sahutnya.

"Rasanya Anda memang tidak pernah mengajarkan bagaimana menemukan Tuhan."
Kubiarkan dia berjalan sampai lima langkah lagi dari pintu, lalu kupanggil.
"Saya rasa kamu tak akan pe rnah menemukan-Nya. Tapi, saya yakin Dialah
yang akan menemukanmu."

Tommy mengangkat bahu, lalu pergi.

Aku merasa agak kecewa karena dia tidak bisa menangkap maksud kata-kataku.
Kemudian kudengar Tommy sudah lulus, dan saya bersyukur.

Namun kemudian tiba berita yang menyedihkan: Tommy mengidap kanker yang sudah parah. Sebelum saya sempat mengunjunginya, dia yang lebih dulu menemui saya. Saat dia melangkah masuk ke kantor saya, tubuhnya sudah menyusut, dan rambutnya yang panjang sudah rontok karena pengobatan dengan kemoterapi.

Namun, matanya tetap bercahaya dan suaranya, untuk pertama kalinya,terdengar tegas. "Tommy ! Saya sering memikirkanmu. Katanya kamu sakit keras?" tanyaku langsung. "Oh ya, saya memang sakit keras. Saya menderita kanker. Waktu saya hanya tinggal beberapa minggu lagi."

"Kamu mau membicarakan itu?"

"Boleh saja. Apa yang ingin Pastor ketahui?"

"Bagaimana rasanya baru berumur 24 tahun, tapi kematian sudah
menjelang?"
Jawabnya, "Ini lebih baik ketimbang jadi lelaki berumur 50 tahun namun mengira bahwa minum minuman keras, bermain perempuan, dan memburu harta adalah hal-hal yang 'utama' dalam hidup ini."

Lalu dia mengatakan mengapa dia menemuiku.
"Sesuatu yang Pastor pernah katakan pada saya pada hari terakhir kuliah Pastor. Saya bertanya waktu itu apakah saya akan pernah menemukan Tuhan, dan Pastor mengatakan tidak. Jawaban yang sungguh mengejutkan saya. Lalu, Pastor mengatakan bahwa Tuhanlah yang akan menemukan saya. Saya sering memikirkan kata-kata Bapak itu, meskipun pencarian Tuhan yang saya lakukan pada masa itu tidaklah sungguh-sungguh.
"Tetapi, ketika dokter mengeluarkan segumpal daging dari pangkal paha saya", Tommy melanjutkan "dan mengatakan bahwa gumpalan itu ganas, saya pun mulai serius melacak Tuhan. Dan ketika tumor ganas itu menyebar sampai ke organ-organ vital,saya
benar-benar menggedor-gedor pintu surga.

Tapi tak terjadi apa pun.."

Lalu, saya terbangun di suatu hari, dan saya tidak lagi berusaha keras mencari-cari pesan itu. Saya menghentikan segala usaha itu. Saya memutuskan untuk tidak peduli sama sekali pada Tuhan, kehidupan setelah kematian, atau hal-hal sejenis itu."

"Saya memutuskan untuk melewatkan waktu yang tersisa melakukan hal-hal penting," lanjut Tommy. "Saya teringat tentang Pastor dan kata-kata Pastor yang lain: Kesedihan yang paling utama adalah menjalani hidup tanpa mencintai. Tapi hampir sama sedihnya, meninggalkan dunia ini tanpa mengatakan pada orang yang saya cintai bahwa kau mencintai mereka.

Jadi saya memulai dengan orang yang tersulit: ayah saya.
"Ayah Tommy waktu itu sedang membaca koran saat anaknya menghampirinya."
"Pa, aku ingin bicara." "Bicara saja." "Pa, ini penting sekali."
Korannya turun perlahan 8 cm. " Ada apa?" "Pa, aku cinta Papa. Aku hanya
ingin Papa tahu itu." Tommy tersenyum padaku saat mengenang saat itu.
"Korannya jatuh ke lantai. Lalu ayah saya melakukan dua hal yang
seingatku belum pernah dilakukannya. Ia menangis dan memelukku.
Dan kami mengobrol semalaman, meskipun dia harus bekerja besok paginya."

"Dengan ibu saya dan adik saya lebih mudah," sambung Tommy. "Mereka menangis bersama saya, dan kami berpelukan, dan berbagi hal yang kami rahasiakan bertahun-tahun. Saya hanya menyesalkan mengapa saya harus menunggu sekian lama. Saya berada dalam bayang-bayang kematian, dan saya baru memulai terbuka pada semua orang yang sebenarnya dekat dengan saya.

"Lalu suatu hari saya berbalik dan Tuhan ada di situ. Ia tidak datang saat saya memohon pada-Nya. Rupanya Dia bertindak menurut kehendak-Nya dan pada waktu-Nya. Yang penting adalah Pastor benar. Dia menemukan saya bahkan setelah saya berhenti mencari-Nya."

"Tommy," aku tersedak,

"Menurut saya, kata-katamu lebih universal daripada yang kamu sadari.
Kamu menunjukkan bahwa cara terpasti untuk menemukan Tuhan adalah bukan
dengan membuatnya menjadi milik pribadi atau penghiburan instan saat
membutuhkan, melainkan dengan membuka diri pada cinta kasih."

"Tommy," saya menambahkan, "boleh saya minta tolong? Maukah kamu datang ke kuliah teologi iman dan mengatakan kepada para mahasiswa saya apa yang baru kamu ceritakan?"

Meskipun kami menjadwalkannya, ia tak berhasil hadir hari itu. Tentu saja, karena ia harus berpulang. Ia melangkah jauh dari iman ke visi. Ia menemukan kehidupan yang jauh lebih indah daripada yang pernah dilihat mata kemanusiaan atau yang pernah dibayangkan.

Sebelum ia meninggal, kami mengobrol terakhir kali. Saya tak akan mampu hadir di kuliah Bapak," katanya.
"Saya tahu, Tommy."
"Maukah Bapak menceritakannya untuk saya?
Maukah Bapak menceritakannya pada dunia untuk saya?"
"Ya, Tommy. Saya akan melakukannya."


Oleh: John Powell, S.J.
Selengkapnya...

Selasa, 23 Juni 2009

Mengapa Harus "Sobat Padi"?


Banyak orang yang bertanya ke saya "mengapa selalu menggunakan kata "Sobat Padi" di semua file, nama email ataupun yang lain. Aku buat itu bukan tanpa alesan atau karena suka dengan sebutan itu. Buat aku Sobat Padi itu emang harus selalu ada di setiap kegiatan aku. Mungkin akan selalu terukir di hati aku.
Mungkin sebagian teman - teman sudah mengerti mengapa disebut Sobat Padi dan mungkin juga belum ngerti apa itu Sobat Padi. Selamat buat yang udah ngerti apa itu Sobat Padi, benar sekali bahwa itu adalah sebutan buat kami fans - fans dari Group Band PADI.
Tahun 1999 pertama kali aku kenal dengan Group Band ini, berawal dari sebuah lagu yang berjudul "MAHADEWI" di album "LAIN DUNIA". Menurut aku, lagu itu bagus banget mulai dari lirik, musik dan vokal yang enak banget dari Fadly. Dari situlah ketertarikan aku untuk mengetahui Group band ini lebih dalam. Setelah aku telusuri ternyata aku jatuh cinta pada group band ini.

Jatuh pada musiknya, pada orang-orangnya dan terutama pada nama groupnya yaitu PADI. Nama itu sangat bagus mengingat bahwa fungsi PADI bagi kehidupan kita dan yang paling penting adalah memahami ilmu PADI yaitu "semakin berisi semakin merunduk". Alasan itu juga yang membuat group musik semakin mantap untuk mengukuhkan nama band mereka. Setuju banget buat group band PADI.
Saya berharap nama itu tidak asal nama melainkan benar - benar sesuai dengan artinya.

Selengkapnya...

Wortel, Telur dan Kopi

Selengkapnya...

Gila Hormat

Menarik sekali membaca artikel yg ditulis oleh Mira Lesmana.
Beberapa waktu yang lalu, sopir saya yang sudah selama 10 tahun mengantar saya ke sana ke mari meminta untuk dibuatkan seragam safari biru. Saya terkejut dan bertanya-tanya mengapa ia mendadak minta dibuatkan seragam?

Ia lalu menjelaskan kepada saya; seorang rekannya bercerita, bahwa dengan mengenakan seragam, dijamin di mana-mana kita akan lebih dihormati dan, yang lebih penting lagi, dia akan lebih mudah mendapatkan tempat parkir. Intinya, kalau dia berseragam, para petugas parkir di gedung-gedung dan di mal-mal akan mengira saya orang penting sehingga akan lebih dihormati dan dia pun akan diberikan tempat parkir yang istimewa.

Teman saya, seorang aktor, juga pernah memamerkan mobil BMW-nya. Padahal, saya tahu betul sebenarnya agak berat untuknya membeli mobil semewah itu. Dia menjelaskan bahwa, walaupun berat, mobil itu adalah modal utama bagi dia untuk bisa mendapatkan honor tinggi dari produser film.

Saya agak bingung awalnya, apa hubungan BMW-nya dengan honornya di seni peran? Lalu dia mengatakan, kalau dia datang dengan mobil mewah, produser akan segan menawarkan honor yang rendah, wong mobilnya saja sudah BMW!


Kedua kejadian di atas mengingatkan saya pada sebuah film China yang berjudul The Uniform. Film yang sangat menarik dari sutradara Diao Yi'nan, yang melalui film pertamanya ini berhasil meraih penghargaan Dragons and Tigers Awards di Vancouver International Film Festival di Kanada tahun 2003.

Film ini mengisahkan seorang pemuda pecundang bernama Wang Xiaojian yang bekerja di toko jahit dan setrika pakaian milik keluarganya. Suatu hari ia menemukan seragam polisi yang telantar dan tak kunjung diambil pemiliknya.

Ketika akan mengantar seragam itu ke pemiliknya, ia mengetahui bahwa sang polisi pemilik seragam tersebut ternyata tengah cedera dan tidak bisa bertugas untuk beberapa minggu. Ia pun membatalkan niatnya untuk mengembalikan seragam itu.

Dalam perjalanan pulang, Xiaojian memutuskan untuk mencoba seragam polisi itu. Yang terjadi kemudian sangat mengejutkan. Tiba tiba orang-orang yang ia temui di jalan menjadi hormat dan segan kepadanya. Orang mengira ia polisi betulan.

Di hari hari berikutnya, ia tidak pernah lagi melepaskan seragam itu. Lebih jauh lagi, ia mulai menyetop motor dan bus di jalan, seolah melakukan razia dan memalak uang suap dari pengemudinya. Xiaojian juga berhasil memikat gadis cantik idamannya dengan seragam polisinya itu. Hidupnya berubah total. Akan tetapi, berapa lama ia bisa berpura-pura?

Saya jadi menyadari, beginilah nasib negara berkembang, di mana jurang pemisah antara yang miskin dan yang kaya begitu lebar, dengan kelas menengahnya yang gamang. Kekayaan dan kekuasaan menjadi cita cita utama karena tergila-gila untuk dihormati dan disegani banyak orang.

Masih jauhkan perjalanan kita untuk menjadi bangsa yang berpendidikan dan berbudaya, di mana kehormatan bisa diberikan dan didapat bukan dari sekadar penampilan, tetapi dari sikap, kerja, dan karya yang baik?

Kembali ke sopir setia saya, walaupun saya menolak membuatkan seragam safari biru idamannya itu, ia akhirnya bersikeras membuat seragam itu dari koceknya sendiri. Ia hanya bertahan satu bulan dengan seragam itu karena, katanya, gerah dan tidak nyaman.

Sementara teman aktor saya akhirnya menjual BMW kebanggaannya karena ada kebutuhan dana yang mendesak.

Hormat yang didambakan harus terputus di tengah jalan. Alias, reality bites! Kenyataan memang kadang pahit, kawan?



Mira Lesmana, Sineas
http://cetak. kompas.com/ read/xml/ 2009/06/23/ 0346033/gila. hormat

Selengkapnya...

Senin, 01 Juni 2009

Andaikan engkau cepat bangga....

Andaikan engkau cepat bangga, karena engka memiliki kesempatan luas untuk berbicara dalam berbagai kesempatan di lingkungan kerjamu atau di masyarakat, namun janganlah engkau terlambat untuk membiarkan dirimu dikritik dan dinilai oleh banyak orang!

Andaikan engkau cepat merasa puas karena engkau sudah berbuat baik banyak sekalipun, janganlah terlambat untuk mencari kepuasan, karena perbuatan baik itu tidak menentukan harga dirimu. Hanyalah sikap batin yang tulus, itulah yang mendewasakan dirimu!

Andaikan engkau cepat merasa bahagia karena engkau bisa mengerjakan hampir semua pekerjaan tanpa bantuan orang lain, janganlah terlambat berpikir juga bahwa engkau bukanlah "tuhan baru", melainkan hanya manusia, yang masih membutuhkan orang lain dan juga Tuhan!

Andaikan jantungmu berdebar cepat karena ada banyak orang menaruh simpati padamu, janganlah terlambat untuk melihat bahwa engkau masih ada orang yang belum diperhitungkan dalam hatimu.

Andaikan hatimu terasa berbunga bunga karena orang begitu memuja kepribadianmu, janganlah engkau terlambat berpikir juga, bisa jadi orang itu memujamu karena ia membutuhkan engkau sebagai penghibur.

Andaikan engkau merasa berbahagia karena banyak orang menyediakan berbagai fasilitas yang serba lengkap, cepatlah engkau bertanya pada dirimu, masihkah aku bisa hidup, juga kalau tidak ada fasilitas yang serba lengkap dan mewah itu?

Andaikan engkau tergoda untuk memiliki segala sesuatu yang kelihatannya bagus, apakah engkau pernah berpikir, bahwa segala sesuatu yang bagus dan indah itu dapat menjadi "topeng-topeng" baru, sehingga kita tidak mampu menjadi "ORANG BIASA".

Andaikan engkau mau melepaskan apapun yang menyenangkan dan memuaskan hatimu, di situlah engkau mulai berusaha keras untuk HIDUP BIASA.

Semoga ada banyak kesempatan yang kita temukan untuk hidup "SERBA BIASA" karena HIDUP YANG BIASA itulah yang menantang kita untuk hidup tanpa topeng, tanpa sandiwara, namun ada banyak "mutiara mutiara" kehidupan.

Mutiara hidup itulah Roh Kudus yang dapat kita alami kehadiran-Nya kalau kita mempersiapkan diri dengan melepaskan segala "topeng" dan "hiasan diri" yang menghambat relasi kita dengan-Nya. Karena itu, utuslah Roh-Mu ya Tuhan, maka semuanya akan menjadi baru!

Selamat Hari Raya Pentakosta!!!


"Blasius Slamet Lasmunadi"

Selengkapnya...